- Direncanakan akan berprestasi baik dengan melebihi target yang di rencanakan : Sering terjadi perencana proyek dengan sengaja membuat target yang agak rendah, supaya mudah dilampaui. Hal ini dibuat dengan cara menetapkan harga satuan yang terlalu tinggi, atau produktivitas yang sangat rendah, atau pun menggunakan faktor loss yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Walau penetapan harga boleh mengantisipasi harga yang akan datang, sehingga mencantumkan sisa sedikit (kontingensi), tidak wajar kalau direncanakan jauh di atas aktual. Hal itu berarti desa lain tidak kebagian dana yang seharusnya diberikan, karena ada desa yang menerima terlalu banyak. Apabila realisasi jauh lebih tinggi daripada rencana, ada dua kemungkinan. Kemungkinan yang dapat dipuji adalah pencapaian kontribusi swadaya yang sangat besar atau produktivitas yang sangat tinggi. Kemungkinan kedua, perencana kurang terampil dalam penghitungan target. Peningkatan harga jauh di atas harga pasaran juga membuka peluang untuk menyalahgunakan dana pembangunan.
- Pemerataan menjadi faktor utama dalam penentuan kegiatan proyek : Pemerataan dulu menjadi salah satu dasar pemikiran Order Baru, sehingga sampai saat ini banyak orang masih menganggap pemerataan merupakan tujuan program. Akan tetapi, pemerataan ada negatifnya. Jika terjadi suatu pemerataan, itu berarti dana digunakan dengan alokasi yang kurang dari optimal. Penggunaan yang optimal akan menghasilkan manfaat yang paling besar, maka jika alokasi diubah demi “pemerataan” terjadi pembagian yang akan menghasilkan sejumlah manfaat yang kurang besar.
- Pelaku tidak menerima revisi : Dalam suatu proyek pemerintah, kinerja pemimpin proyek sering diukur dengan tolok ukur pencapaian target fisik. Apabila hasil tidak identik dengan rencana, pemimpin proyek dinilai kurang baik. Di dunia lain, telah disadari bahwa karena berbagai alasan rencana sering harus diubah atau disesuaikan dengan keadaan atau peristiwa yang terjadi. Setiap revisi harus berdasarkan alasan yang kuat, tetapi jangan sampai revisi yang diperlukan akhirnya ditolak demi kesucian rencana asli. Apa lagi dengan perencanaan yang dibuat begitu kilat.
- Hukum teknis dikompromikan : Lain hal jika membicarakan hukum teknis, karena hukum tersebut tidak dapat direvisi begitu saja. Kekuatan beton, misalnya, merupakan faktor terpenting dalam desain jembatan beton. Tidak boleh plat ditipiskan, atau rasio campuran diperlunak, atau tulangan besi diperjarang dalam pelaksanaan. Hal itu akan mengakibatkan mala petaka. Seringkali orang awam akan minta hukum teknis dikompromikan untuk mengatasi masalah kekurangan anggaran proyek. Anggaran proyek mungkin kurang karena terkena kenaikan harga, atau terkena bencana alam sehingga ada pekerjaan yang harus diperbaiki, atau terjadi pekerjaan ulangan karena terpaksa dibongkar bagian yang kurang baik kualitasnya. Ada hal yang dapat dikompromikan dan ada yang tidak dapat dikompromikan, dan perencana dan manajer harus mampu membedakannya.
- Pelaku tidak mengantisipasi masalah dengan cermat : Antisipasi masalah memerlukan disiplin tinggi dan kemampuan teknis. Orang yang belum memiliki kemampuan teknis sering tidak dapat mengantisipasi masalah yang dapat timbul. Tetapi orang yang pintar pun sering tidak memikirkan masalah yang belum muncul, yang hanya berpotensi untuk muncul. Kita harus secara sengaja (dan ini perlu disiplin) berpikir tetang hal-hal tersebut. Apa saja mungkin akan terjadi di sini? Manajer siap menjawab pertanyaan ini, dan siap mencegah masalah yang dapat dicegah, siap mengecilkan dampak dari masalah yang tidak dapat dicegah.
KESALAHAN MANAJEMEN KONSTRUKSI :
Kesalahan dalam manajemen konstruksi dapat mengakibatkan ketidakefisienan penggunaan dana, atau penuruan produktivitas, atau pencapaian kualitas fisik yang kurang baik. Rata-rata kesalahan jenis ini disebabkan kekurangtelitian seorang perencana atau manajer. Sehingga pelaksanaan kurang disiplin dan teratur.
- Tidak punya jadwal.
Tidak punya jadwal berarti tidak tahu apa yang seharusnya terjadi pada setiap hari. Barangkali kegiatan proyek akan dilakukan dalam urutan yang salah. Tentu saja tidak dapat mengatur pengadaan bahan dan pengaturan tenaga kerja kecuali desa memiliki jadwal yang dipegang sebagai pedoman pekerjaan. Jadwal tersebut harus cukup spesifik dan mendetail. Jadwal diperbarui sewaktu-waktu sesuai perkembangan. - Tenaga kerja tidak proporsional.
Sering terjadi kekurangan tenaga kerja atau kebanjiran tenaga kerja di lapangan. Suatu pekerjaan memerlukan sejumlah tenaga, dan jika jumlah tenaga tidak sesuai dengan jumlah itu, terdapat kehilangan efisiensi. - Pengendalian bahan-bahan kurang.
Pengendalian barang termasuk penerimaan di lapangan dan penggunaan seorang checker untuk mencatat ukuran dan menguji kualitas (spesifikasi – sebaiknya ada contoh untuk membandingkannya). Delivery order harus dicatat dan disimpan dengan baik. Termasuk juga penggunaan buku material sebagai alat kontrol tentang pembelian dan penggunaaan bahan, termasuk pembayarannya. Pengiriman material tidak ke sembarangan tempat, tetapi diatur tempat dan waktu agar tidak mengganggu pelaksanaan. - Orang lapangan tidak pegang gambar.
Bagaimana orang dapat membangun sesuatu jika gambar desain disembunyikan? Perubahan-perubahan juga harus dicatat di gambar. Hal ini sangat mendasar. Jika supervisor datang ke lapangan, dia akan langsung minta melihat gambar yang dipegang oleh tim desa di lapangan. - Tim Pengelola Kegiatan tidak bertanggung jawab kepada masyarakat.
TPK berfungsi seperti karyawan masyarakat, yang dipercaya untuk melaksanakan suatu tugas. Sewaktu-waktu harus melaporkan kepada masyarakat agar semua tahu status dan permasalahan. Prinsip ini dapat dilihat dalam acara rapat desa atau kunjungan ke lapangan, dimana tim tidak mau menerima pertanyaan dari siapa pun, karena dianggap hal itu urusan manajemen. Pertanggungjawaban dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, tetapi paling sedikit dibuat laporan yang dipaparkan pada papan informasi dan terjadi musyawarah pertanggungjawaban di desa. - Tim desa tidak bekerja sesuai dengan tugasnya.
Dalam tim harus ada pembagian tugas. Jangan sampai pembukuan dikerjakan oleh ketua, atau ketua terlalu terlibat dalam masalah harian yang harus diselesaikan oleh tim kerja dan kader teknis atau mandor. Masing-masing punya tugas. - Hasil yang jelek tidak ditolak.
Dengan mudah dapat dimengerti mengapa pengawas di lapangan penuh pengertian dan siap menerima hasil pekerjaan yang kurang baik. “Kasihan, mereka masih belajar.” “Kasihan, mereka capai.” Tetapi kami lebih setuju kalau disebut, “Kasihan, mereka mendapat prasarana yang jelek.” Kualitas yang baik hanya dapat dicapai apabila pengawas cukup tegas. Apabila pernah menerima hasil pekerjaan yang jelek, besoknya kualitas jelek itu menjadi patokan, atau tolok ukur. Penerimaan kualitas yang jelek tidak membantu siapa-siapa. - Terdapat pekerjaan yang tidak diawasi.
Karena tidak diawasi, berarti produktivitas tidak setinggi yang diharapkan, atau kualitas tidak sebagus yang diharapkan, atau dimensi tidak sesuai rencana. Hal ini termasuk campuran beton dan plasteran, yang sering tidak sesuai rasio yang dibutuhkan. Pekerjaan yang tidak diawasi terkait pula dengan pengaturan tenaga kerja dan pembuatan jadwal sebagai pegangan semua. - Pengeluaran tidak segera dibukukan sehingga saldo tidak cocok.
Jika pengeluaran tidak segera dibukukan, akan terjadi masalah ketidakcocokan antara kas dan pembukuan. Jika saldo kas terhitung misalnya Rp 100.000, wajar jika kita minta melihat uangnya. Seringkali bendahara akan ingat pengeluaran lain-lain yang belum dicatat, untuk menutup kekurangannya. Tetapi jika demikian, apakah yang sudah dicatat juga merupakan karangan bendahara ? - Penggunaan alat berat tidak rasional.
Sering terjadi penggunaan alat berat (termasuk mesin gilas) yang tidak wajar. Ongkos jauh berbeda dengan ongkos di desa tertangga, atau penggunaan jauh berbeda (ada yang 8 hari, ada yang 40 hari). Mobilisasi tidak optimal. Atau alat berat digunakan di tempat yang seharusnya dapat dikerjakan oleh masyarakat dengan baik. - Perjanjian dengan suplier hanya formalitas.
Perjanjian seharusnya ada jadwal pengiriman, spesifikasi, dan volume. Harus jelas sanksi jika tidak dipenuhi. Desa juga bebas mencari suplier lain jika jasanya kurang memuaskan. Jangan sampai desa terasa terikat, suplier tidak. - Patok tidak dimanfaatkan.
Patok dipasang untuk membantu orang membangun suatu prasarana sesuai dengan rencana. Dimensi tidak berubah, rute tidak berpindah-pindah. Apalagi untuk bangunan seperti fondasi jembatan dan sebagainya, dimana toleransi perubahan dimensi harus sangat kecil. Sering terjadi patok tidak dipasang atau kurang dipelihara, sehingga tidak dapat digunakan, dengan akibat pelaksanaan kurang dapat dikendalikan.
KIAT-KIAT DI LAPANGAN :
Setelah sekian banyak tahun di lapangan, kami berkesimpulan bahwa ada berapa prinsip yang perlu dipegang tentang pembangunan prasarana di desa. Kelima belas item di daftar ini bukan hasil pemikiran teoretis, melainkan dipelajari dari lapangan. Item di bawah ini termasuk langkah-langkah dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan.
- Metode perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ditetapkan untuk menumbuhkan rasa memiliki oleh masyarakat, memberdayakan masyarakat, dan mengefektifkan lembaga desa
- Untuk menciptakan rasa keadilan yang demokratis, penentuan penerima bantuan dilakukan melalui kompetisi yang transparan terhadap usulan dari masyarakat.
- Usulan didasarkan pada kebutuhan jangka panjang yang diputuskan secara musyawarah, dengan mengutamakan manfaat bagi kelompok miskin.
- Kegiatan tidak merusak lingkungan.
- Pembangunan prasarana mengutamakan teknologi sederhana.
- Sejauh mungkin kegiatan memanfaatkan potensi lokal, baik alam maupun manusia.
- Segala informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan suatu kegiatan perlu diumumkan dan disampaikan kepada masyarakat seluas-luasnya.
- Tenaga kerja yang ikut partisipasi dibayar insentif secara langsung.
- Bantuan akan lebif efektif apabila langsung diterima oleh masyarakat.
- Untuk mendapatkan hasil yang optimal, kualitas teknis dan administrasi harus terjamin.
- Sistem perencanaan dan pelaksanaan dibuat sederhana dan fleksibel, agar kegiatan mudah dimengerti, dapat dikelola masyarakat sendiri, dan mudah direvisi.
- Pemeliharaan menjadi tanggung jawab masyarakat, dengan pelatihan dan pembinaan secara kontinyu.
- Konsultan dibutuhkan sebagai bantuan teknis dan manajemen, dengan mengalihkan teknologi dan keterampilan kepada masyarakat.
- Pemerintah berfungsi sebagai pemberi informasi dan fasilitator.
- Upaya belajar dari pengalaman secara sistematis diperlukan untuk perbaikan program.
1 komentar:
mantep emang kalo program bagus kayak gini di publish di blog, bravoo dech bangkitlah desaku ...
salam kenal dari blogger lampung, kami tergabung dalam komunitas blogger lampung.
ceck out live on Lampung TV at 20.45 PM Saturday Night.
visit my webblog http://seruit.com
Posting Komentar